Translate

Search

Minggu, 29 September 2013

FUYU MONOGATARI


FUYU MONOGATARI (DIARY OF WINTER)

Created by : @nanykhairani

            Salju kembali turun menyelimuti sebagian besar kota Tokyo. Dan tahun ini adalah tahun kelima sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di negeri matahari terbit ini. Karena perceraian orang tuaku, sejak lahir sampai berusia dua belas tahun, aku tinggal bersama ibuku di Indonesia. Dan sungguh sangat menyenangkan bisa menginjakkan kaki di negeri dimana ayahku dilahirkan. Winter selalu menjadi hal yang menarik untukku. Apalagi saat pertama kali meyaksikan jatuhnya salju dari langit Jepang.
Tapi, winter yang menakjubkan itu kini terasa biasa saja, bukan karena aku sudah lama menetap di negeri ini, melainkan adanya sebuah alasan yang senantiasa membuatku merasa dibodohi setiap kali winter datang menyapa.
********************“
Sekolah tempatku menimba ilmu selama ini mulai diliburkan. Minggu ini memang sudah memasuki winter holiday, tapi bukan berarti di sekolah tak ada kegiatan. Beberapa ekskul masih tetap berjalan.
Langkahku serasa bukan dikontrol oleh diriku sendiri saat kakiku mempercepat langkah menuju ruang tempat siswa-siswa yang tergabung dalam ekskul kendo sedang berlatih.
Sama seperti sebelum-sebelumnya, aku duduk diantara beberapa siswi-siswi lainnya yang sedang menonton mereka yang sedang latihan. Sebagian besar siswi jejeritan ketika melihat idola mereka beradu satu sama lainnya.
“Hirataaaaaa-san…!”
Jeritan yang memanggil nama inilah yang paling banyak menggema di ruangan dimana  aku berada sekarang. Dialah Kenji Hirata. Ikon dari klub ini.
Harus kuakui, Kenji Hirata memiliki wajah yang  menurutku sangat good looking. Tapi, yang paling spektakuler buatku adalah tatapannya yang dingin dengan mata yang terbingkai indah diantara hidung mancungnya.
Tapi, aku sendiri kurang mengerti dengan diriku. Apa aku sama seperti mereka yang seringkali meneriakkan nama Hirata-san? Apa aku juga mengidolakannya? Apa aku menyukainya? Atau hanya sekedar mengaguminya? Sungguh, aku tidak mengerti dengan perasaan aneh dalam diriku, perasaan yang mengakar dengan kuatnya. Dan tak terasa sudah dua tahun aku mengamatinya.
********************
Salju makin deras menghujani kota Tokyo saat aku dan Minami memutuskan untuk menjenguk Haruka yang sedang sakit. Stasiun kereta tempat kami berada sekarang tidak seramai biasanya. Mungkin banyak orang yang memutuskan untuk tidak berpergian, apalagi ramalan cuaca tadi pagi mengatakan kemungkinan besar akan terjadi badai salju.
Minami sedang ke toilet saat sesosok wajah yang kukenal menghampiriku dengan senyum ramah.
Konnichiwaanata wa Aika  Takahashi-san desu ne1?” tanyanya dengan sopan.
Aku mengangguk.
 H… hai, so desu2!” Aku agak tergagap saat menjawabnya.
“Ahh sudah kuduga, tadi aku melihatmu bersama Minami-chan,” kata Kenji dengan tetap tersenyum.
“Oh iya, aku ingin mengembalikan buku milikmu yang kupinjam dari Minami-chan.” Kenji lalu mengeluarkan buku milikku dari tasnya. “Domo arigatou gozaimasu3!” katanya sambil membungkukkan badannya.
Do itashimashite4!” jawabku dengan balas membungkuk.
 “Ehm… sepertinya aku sering melihatmu di bangku penonton saat kami bertanding atau pun latihan. Benar kan?”

Aku hanya mengangguk.
“Kau bisa bermain kendo?”
 “Tidak.”  Aku menoleh, menatap wajahnya tepat di matanya. “Aku hanya suka melihatnya.”
Ini pertama kalinya aku berada dalam jarak yang sangat dekat dengannya. Tapi, di dalam hatiku tidak ada kilatan petir membahana, getaran arus listik atau pun bunga-bunga yang merekah. Meski pun ia seseorang yang sangat luar biasa, tak ada gelegar apa pun. Hanya rasa terpikat yang tenang pada mata yang dimilikinya. Entah mengapa setiap kali melihat matanya, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Hanya pada matanya…
Itulah sebabnya mengapa kukatakan bahwa aku sendiri tidak mengerti dengan apa yang kurasakan padanya. Tidak ada perasaan apa-apa saat aku berada di dekatnya, cenderung biasa saja. Tapi, mengapa tubuhku selalu terdorong untuk mengamati sosoknya? Apa mungkin aku hanya jatuh cinta pada matanya saja?
Dewa mata nochi hodo5!”
Kenji pun akhirnya pergi sambil melambaikan tangan, setelah beberapa menit terlibat pembicaraan seru dengan tetangganya, Minami.
********************
Aku baru saja akan membaca novel baru yang kubeli kemarin saat tanganku tergelitik untuk membuka buku yang di pinjam oleh Kenji Hirata tadi siang. Sinaran cahaya bulan menemani jemariku yang sibuk memeriksa lembaran demi lembaran buku itu sampai aku berhenti pada sebuah halaman dimana ada sepucuk surat berwarna biru di dalamnya.
Tanpa aba-aba… aku membacanya.
But… ini surat cinta!
Aku sempat merasa seperti melayang-layang saat membacanya, sangat tidak menyangka kalau aku mendapatkan surat cinta setelah sekian tahun lamanya, apalagi ini berasal dari seseorang yang sangat populer di sekolah… Kenji Hirata.
Aku sempat merasa seperti melayang-layang saat membacanya, sangat tidak menyangka kalau aku mendapatkan surat cinta setelah sekian tahun lamanya, apalagi ini berasal dari seseorang yang sangat populer di sekolah… Kenji Hirata.
Aku buru-buru kembali dari alam khayalku agar segera tersadar dari lamunan gila yang sempat membuatku nge-fly.
 “Ayolah… Aika! Sadar-sadar,” kataku pada diri sendiri sambil memukuli kepalaku, berharap kegilaanku mereda. ”Ini bukan dunia khayal dimana semua yang kau pikirkan bisa terjadi begitu saja!”
Hummm… dan ternyata  surat itu tidak ditujukan padaku, melainkan pada Mikako Miura, teman kelasku yang memang memiliki banyak pengagum di sekolah.
Aku menertawai diriku sendiri saat ini.
********************
 “Tunggu…”
Suara Kenji terdengar memanggilku saat aku hendak menemui Minami dan kawan-kawanku yang lain di salah satu café di sudut jalan.
“Ahhh… ehmmm…” Kenji terbata-bata. “Apakah kau menemukan sebuah… ehmm… surat terselip di bukumu?”
Kenji jelas terlihat malu-malu. Wajahnya mulai memerah. Mungkin ia takut aku menertawainya.
“Hirata-san… apa ini yang kau maksud?” tanyaku sambil mengeluarkan surat yang membuat wajahnya memerah itu.
“Iya…”
“Hirata-san, Sumimasen6! Aku sempat membacanya!” kataku sambil tersenyum. “Dan kurasa, kau harus segera memberikannya kepada Mikako-san!”
Ia tertunduk malu dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
 “Oh iya, jangan memanggilku dengan nama keluargaku lagi. Menurutku itu terlalu formal, cukup panggil aku dengan Kenji saja, tidak usah dengan nama Hirata. Mengerti?”
Aku tersenyum menanggapi kata-katanya.
********************
Semenjak kejadian ‘surat biru’  itu, aku dan Kenji menjadi semakin dekat. Bersama Minami, kami sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Sama seperti hari ini, kami kembali berjanji untuk bertemu di salah satu toko buku untuk hunting  komik terbaru.
 Tapi kali ini, Minami tidak bisa bergabung bersama kami berdua, katanya dia ada urusan keluarga di Hokkaido. Aku tidak bisa menebak. Apakah ini hanya akal-akalan Minami untuk membuatku berduaan saja dengan Kenji, atau dia benar-benar tidak bisa datang karena ada halangan.
Setelah beberapa jam berlalu dalam ‘perburuan’ komik kami, aku dan Kenji memutuskan untuk menghangatkan diri di kedai ramen di salah satu sudut kota Tokyo.
Dan tanpa kusadari, tatapanku terus tertuju padanya. Tepat saat dia menghabiskan semangkuk ramennya, dia menoleh ke arahku. Dan… tentu saja, aku tertangkap basah tengah mengamatinya. Buru-buru kupalingkan wajah ke arah yang berbeda.
“Hei Aika-chan… kenapa menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh di wajahku?” tanyanya dengan keingintahuan yang sangat tinggi.
“Kau memiliki mata yang indah, Kenji-kun!” Akhirnya, mulai kubuka kebenaran itu.  “Dan setiap kali melihat matamu, aku teringat seseorang. Seseorang yang juga menyukai kendo sepertimu…”
“Apa orang itu kekasihmu?”
Aku menggeleng pelan.
“Belum. Dia tiba-tiba menghilang begitu saja setelah menyatakan perasaannya padaku. Tak pernah ada kabar lagi…”
“Kenapa tidak menanyakannya pada teman-temannya atau keluarganya?”
“Aku tidak tahu teman maupun keluarganya. Pertemuan kami sangat singkat.”  Aku menghela nafas panjang, lalu mulai bercerita, “Pada winter tiga tahun lalu, di kedai ini juga, ada seorang pemuda yang seumuran dengan kita, dia dengan berani mendatangi mejaku dan meminta nomor teleponku. Awalnya, aku tidak memberikannya karena kupikir dia seorang psikopat, tetapi melihat wajah polosnya, keluguan serta kesungguhannya… aku memberikan apa yang dia minta. Begitulah pertemuan itu berawal, sampai kami banyak menghabiskan waktu bersama di akhir minggu. Ternyata… dia orang yang sangat menyenangkan, aku pun tertarik padanya. Dan yang kutahu… dia ke Tokyo untuk menghabiskan liburan di rumah pamannya. Dia menyatakan cintanya, dan hilang entah kemana.” Aku menundukkan wajah, kembali kucoba untuk menenangkan diri. “Perkenalan singkat yang hanya berlangsung kurang dari satu bulan.”
“Kenapa tidak menanyakan kabarnya kepada pamannya?”
 “Selama aku mengenalnya. Dia jarang bercerita tentang  pamannya itu, dia lebih sering menceritakan kecintaannya terhadap kendo dan daerah asalnya, yaitu Yokohama…”
Tepat disaat aku menyelesaikan kalimatku, Kenji terdiam. Sangat jelas terlihat perubahan raut wajahnya. Kini wajahnya menegang, dan cenderung terlihat kaku. Rahangnya mengeras. Seperti ada luapan perasaan yang berusahan ditahannya.
“Kau bilang dia berasal dari Yokohama dan menyukai kendo?” tanyanya dengan raut wajah yang sangat serius.
Aku mengangguk perlahan.
“Apa orang yang kau maksud adalah Kazehaya Kiritani?”
“Da… darimana kau tahu?”
“Dia sahabatku, sebelum aku pindah ke Tokyo dua tahun lalu,” jawab Kenji.
“Dimana dia sekarang?” Aku menggenggan tangannya. Berharap dia segera memberitahukan keberadaan Kazehaya.
“Kazehaya… dia… dia sudah meninggal!”
Aku tersentak. Seperti ada gemuruh petir yang muncul tiba-tiba saat ini. Kepalaku mendadak pening, detak jantungku berdetak berkali-kali lebih cepat dari biasanya. Aliran darahku seperti tak beraturan lagi. Kenyataan apa ini? Tuhan… apakah ini mimpi?
Kenji menundukkan wajah, ada air mata di pipinya.
“Tiga tahun yang lalu, Kazehaya pulang lebih cepat dari yang seharusnya ke Yokohama. Dia tidak menghabiskan liburannya di Tokyo karena ibunya mendadak sakit. Mungkin, itu sebabnya dia tidak sempat berpamitan padamu.” Kenji menghapus air mata yang sempat menggenang di matanya. ” Saat dia hendak kembali ke Tokyo lagi, kami bermaksud ke salah satu toko untuk membeli oleh-oleh buat pamannya. Tapi, tanpa kusadari… ada sebuah truk yang melaju sangat kencang, dan hampir menabrakku. Kazehaya yang saat itu sudah berada di sisi jalan, kembali berlari ke arahku dan bermaksud mendorongku. Kecelakaan memang tetap menimpa kami berdua. Berkat pertolongan Kazehaya, aku cuma kehilangan penglihatanku, tapi Kazehaya harus kehilangan nyawa karena bermaksud menyelamatkan nyawaku.”
Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku benar-benar seperti kehilangan akal sehatku saat ini. Secara mendadak, bayangan Kazehaya dan juga kenangan bersamanya muncul seperti kilas balik di otakku.
“Orangtua Kazehaya  mendonorkan mata Kazehaya untukku. Mereka ingin, bagian dari Kazehaya tetap hidup dalam diriku. Walaupun, bukan lagi dalam wujud anak yang mereka sangat sayangi.” Kenji akhirnya mengangkat wajah dan menatapku. “Yang selama ini kau kagumi dariku memang mata milik Kazehaya.
Mataku mulai berkaca-kaca. Butiran bening yang sejak tadi berusaha untuk kutahan agar tetap berada di tempatnya, kini tak terbendung lagi. Butiran bening itu mengalir dengan deras di pipiku. Air mata yang kini tumpah ruah belum mampu melukiskan bagaimana perasaanku dengan kenyataan bahwa orang yang selama ini kunanti kehadirannya telah tiada untuk selamanya.
Tubuhku bergetar hebat karena tangisan. Tangisan pilu… sangat pilu…
********************

Untuk Kazehaya-kun….
Hari ini…  aku, Minami-chan dan Kenji-kun berada di Yokohama. Ternyata, di sini banyak sekali tempat yang sangat indah. Aku menyesal karena baru sempat kemari, padahal ada tempat yang seindah ini.
Sebelum mengunjungi makammu tadi, aku berjanji pada diriku agar tidak menangis. Tetapi, janji itu kulanggar saat aku melihat fotomu yang sedang tersenyum, terpajang di makam itu. Mendadak, aku teringat dengan semua kenangan yang kau titipkan lewat sebulan singkat bersamamu. Sebulan… yang mungkin akan menjadi sebulan paling istimewa di hidupku.
Kazehaya-kun… jika kau bisa mendengarku, ada hal yang ingin kukatakan padamu. Ingatlah! Selama salju masih tetap turun di Tokyo, aku akan selalu mengenangmu. Mengenang wajahmu, senyuman ramahmu, suaramu, kesungguhanmu, pertemuan denganmu dan segala kenangan tentang dirimu, akan tersimpan rapi dalam hatiku…
Satu hal yang kini kuketahui…
Jika menyadari bahwa kau mencintai seseorang
Akan selalu ada alasan untuk bertahan atau pun mempertahankan perasaan
Entah sampai kapan…
Sampai batas waktu yang tidak ditentukan.”

Kazehaya-kun…. Aishiteru….

 ********************
1.        Selamat siang…Anda Nona Aika Takahashi, bukan?
2.        Y…ya, benar
3.        Terima kasih banyak
4.        Terima kasih kembali
5. Sampai bertemu lagi
6.        Maaf



Tidak ada komentar:

Posting Komentar