FUYU
MONOGATARI (DIARY OF WINTER)
Created by : @nanykhairani
Salju
kembali turun menyelimuti sebagian besar kota Tokyo. Dan tahun ini adalah tahun kelima sejak pertama
kali aku
menginjakkan kaki di negeri matahari terbit ini. Karena perceraian orang tuaku, sejak lahir sampai berusia dua belas
tahun, aku tinggal bersama ibuku di Indonesia. Dan sungguh sangat menyenangkan
bisa menginjakkan kaki di negeri dimana ayahku dilahirkan. Winter
selalu menjadi hal yang menarik untukku. Apalagi saat pertama kali meyaksikan
jatuhnya salju dari langit Jepang.
Tapi, winter yang menakjubkan itu kini terasa biasa saja, bukan karena aku sudah lama menetap di negeri ini, melainkan adanya
sebuah alasan yang senantiasa membuatku merasa dibodohi setiap kali winter datang menyapa.
********************
Sekolah tempatku menimba ilmu selama ini mulai diliburkan. Minggu
ini memang sudah memasuki winter holiday,
tapi bukan berarti di sekolah tak ada kegiatan. Beberapa ekskul masih tetap
berjalan.
Langkahku serasa bukan dikontrol oleh diriku sendiri saat
kakiku mempercepat langkah menuju ruang tempat siswa-siswa yang tergabung dalam
ekskul kendo sedang berlatih.
Sama seperti sebelum-sebelumnya, aku duduk diantara beberapa
siswi-siswi lainnya yang sedang menonton mereka yang sedang latihan. Sebagian
besar siswi jejeritan ketika melihat idola mereka beradu satu sama lainnya.
“Hirataaaaaa-san…!”
Jeritan yang memanggil nama inilah yang paling banyak
menggema di ruangan dimana aku berada
sekarang. Dialah Kenji Hirata. Ikon dari klub ini.
Harus kuakui, Kenji Hirata memiliki wajah yang menurutku sangat good looking. Tapi, yang paling spektakuler buatku adalah
tatapannya yang dingin dengan mata yang terbingkai indah diantara hidung
mancungnya.
Tapi, aku sendiri kurang mengerti dengan diriku. Apa aku sama
seperti mereka yang seringkali meneriakkan nama Hirata-san? Apa aku juga mengidolakannya? Apa aku menyukainya? Atau hanya
sekedar mengaguminya? Sungguh, aku tidak mengerti dengan perasaan aneh dalam
diriku, perasaan yang mengakar dengan kuatnya. Dan tak terasa sudah dua tahun
aku mengamatinya.
********************
Salju makin deras menghujani kota Tokyo saat aku dan Minami
memutuskan untuk menjenguk Haruka yang sedang sakit. Stasiun kereta tempat kami
berada sekarang tidak seramai biasanya. Mungkin banyak orang yang memutuskan
untuk tidak berpergian, apalagi ramalan cuaca tadi pagi mengatakan kemungkinan
besar akan terjadi badai salju.
Minami sedang ke toilet saat sesosok wajah yang kukenal
menghampiriku dengan senyum ramah.
“Konnichiwa… anata wa Aika Takahashi-san desu ne1?” tanyanya
dengan sopan.
Aku mengangguk.
“H… hai, so desu2!” Aku agak tergagap saat menjawabnya.
“Ahh sudah kuduga, tadi aku melihatmu bersama Minami-chan,” kata Kenji dengan tetap
tersenyum.
“Oh iya, aku ingin mengembalikan buku milikmu yang kupinjam
dari Minami-chan.” Kenji lalu
mengeluarkan buku milikku dari
tasnya. “Domo arigatou gozaimasu3!”
katanya sambil membungkukkan badannya.
“Do itashimashite4!”
jawabku dengan balas membungkuk.
“Ehm… sepertinya aku
sering melihatmu di bangku penonton saat kami bertanding atau pun latihan.
Benar kan?”
Aku hanya mengangguk.
“Kau bisa bermain kendo?”
“Tidak.” Aku menoleh, menatap wajahnya tepat di
matanya. “Aku hanya suka melihatnya.”
Ini pertama kalinya aku berada dalam jarak yang sangat dekat
dengannya. Tapi, di dalam hatiku tidak ada kilatan petir membahana, getaran
arus listik atau pun bunga-bunga yang merekah. Meski pun ia seseorang yang
sangat luar biasa, tak ada gelegar apa pun. Hanya rasa terpikat yang tenang
pada mata yang dimilikinya. Entah mengapa setiap kali melihat matanya, aku
merasakan sesuatu yang berbeda. Hanya pada matanya…
Itulah sebabnya mengapa kukatakan bahwa aku sendiri tidak
mengerti dengan apa yang kurasakan padanya. Tidak ada perasaan apa-apa saat aku
berada di dekatnya, cenderung biasa saja. Tapi, mengapa tubuhku selalu
terdorong untuk mengamati sosoknya? Apa mungkin aku hanya jatuh cinta pada
matanya saja?
“Dewa mata nochi hodo5!”
Kenji pun akhirnya pergi sambil melambaikan tangan, setelah
beberapa menit terlibat pembicaraan seru dengan tetangganya, Minami.
********************
Aku baru saja akan membaca novel baru yang kubeli kemarin
saat tanganku tergelitik untuk membuka buku yang di pinjam oleh Kenji Hirata
tadi siang. Sinaran cahaya bulan menemani jemariku yang sibuk memeriksa
lembaran demi lembaran buku itu sampai aku berhenti pada sebuah halaman dimana
ada sepucuk surat berwarna biru di dalamnya.
Tanpa aba-aba… aku membacanya.
But… ini surat cinta!
Aku sempat merasa seperti melayang-layang saat membacanya,
sangat tidak menyangka kalau aku mendapatkan surat cinta setelah sekian tahun
lamanya, apalagi ini berasal dari seseorang yang sangat populer di sekolah…
Kenji Hirata.
Aku sempat merasa seperti melayang-layang saat membacanya,
sangat tidak menyangka kalau aku mendapatkan surat cinta setelah sekian tahun
lamanya, apalagi ini berasal dari seseorang yang sangat populer di sekolah…
Kenji Hirata.
Aku buru-buru kembali dari alam khayalku agar segera tersadar
dari lamunan gila yang sempat membuatku nge-fly.
“Ayolah… Aika!
Sadar-sadar,” kataku pada diri
sendiri sambil memukuli kepalaku, berharap kegilaanku mereda. ”Ini bukan dunia
khayal dimana semua yang kau pikirkan bisa terjadi begitu saja!”
Hummm… dan ternyata surat
itu tidak ditujukan padaku, melainkan pada Mikako Miura, teman kelasku yang
memang memiliki banyak pengagum di sekolah.
Aku menertawai diriku sendiri saat ini.
********************
“Tunggu…”
Suara Kenji terdengar memanggilku saat aku hendak menemui
Minami dan kawan-kawanku yang lain di salah satu café di sudut jalan.
“Ahhh… ehmmm…” Kenji terbata-bata. “Apakah kau menemukan
sebuah… ehmm… surat terselip di bukumu?”
Kenji jelas terlihat malu-malu. Wajahnya mulai memerah.
Mungkin ia takut aku menertawainya.
“Hirata-san… apa
ini yang kau maksud?” tanyaku sambil mengeluarkan surat yang membuat wajahnya
memerah itu.
“Iya…”
“Hirata-san, Sumimasen6!
Aku sempat membacanya!” kataku sambil tersenyum. “Dan kurasa, kau harus
segera memberikannya kepada Mikako-san!”
Ia tertunduk malu dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Oh iya, jangan
memanggilku dengan nama keluargaku lagi. Menurutku itu terlalu formal, cukup
panggil aku dengan Kenji saja, tidak usah dengan nama Hirata. Mengerti?”
Aku tersenyum menanggapi kata-katanya.
********************
Semenjak kejadian ‘surat
biru’ itu, aku dan Kenji menjadi semakin dekat.
Bersama Minami, kami sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Sama
seperti hari ini, kami kembali berjanji untuk bertemu di salah satu toko buku
untuk hunting komik terbaru.
Tapi kali ini, Minami
tidak bisa bergabung bersama kami berdua, katanya dia ada urusan keluarga di
Hokkaido. Aku tidak bisa menebak. Apakah ini hanya akal-akalan Minami untuk
membuatku berduaan saja dengan Kenji, atau dia benar-benar tidak bisa datang
karena ada halangan.
Setelah beberapa jam berlalu dalam ‘perburuan’ komik kami, aku
dan Kenji memutuskan untuk menghangatkan diri di kedai ramen di salah satu
sudut kota Tokyo.
Dan tanpa kusadari, tatapanku terus tertuju padanya. Tepat
saat dia menghabiskan semangkuk ramennya, dia menoleh ke arahku. Dan… tentu
saja, aku tertangkap basah tengah mengamatinya. Buru-buru kupalingkan wajah ke
arah yang berbeda.
“Hei Aika-chan… kenapa
menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh di wajahku?” tanyanya dengan keingintahuan
yang sangat tinggi.
“Kau memiliki mata yang indah, Kenji-kun!” Akhirnya, mulai kubuka kebenaran itu. “Dan setiap kali melihat matamu, aku teringat
seseorang. Seseorang yang juga menyukai kendo sepertimu…”
“Apa orang itu kekasihmu?”
Aku menggeleng pelan.
“Belum. Dia tiba-tiba menghilang begitu saja setelah
menyatakan perasaannya padaku. Tak pernah ada kabar lagi…”
“Kenapa tidak menanyakannya pada teman-temannya atau
keluarganya?”
“Aku tidak tahu teman maupun keluarganya. Pertemuan kami
sangat singkat.” Aku menghela nafas
panjang, lalu mulai bercerita, “Pada winter
tiga tahun lalu, di kedai ini juga, ada seorang pemuda yang seumuran dengan
kita, dia dengan berani mendatangi mejaku dan meminta nomor teleponku. Awalnya,
aku tidak memberikannya karena kupikir dia seorang psikopat, tetapi melihat
wajah polosnya, keluguan serta kesungguhannya… aku memberikan apa yang dia
minta. Begitulah pertemuan itu berawal, sampai kami banyak menghabiskan waktu
bersama di akhir minggu. Ternyata… dia orang yang sangat menyenangkan, aku pun
tertarik padanya. Dan yang kutahu… dia ke Tokyo untuk menghabiskan liburan di
rumah pamannya. Dia menyatakan cintanya, dan hilang entah kemana.” Aku
menundukkan wajah, kembali kucoba untuk menenangkan diri. “Perkenalan singkat
yang hanya berlangsung kurang dari satu bulan.”
“Kenapa tidak menanyakan kabarnya kepada pamannya?”
“Selama aku mengenalnya.
Dia jarang bercerita tentang pamannya
itu, dia lebih sering menceritakan kecintaannya terhadap kendo dan daerah
asalnya, yaitu Yokohama…”
Tepat disaat aku menyelesaikan kalimatku, Kenji terdiam.
Sangat jelas terlihat perubahan raut wajahnya. Kini wajahnya menegang, dan
cenderung terlihat kaku. Rahangnya mengeras. Seperti ada luapan perasaan yang
berusahan ditahannya.
“Kau bilang dia berasal dari Yokohama dan menyukai kendo?” tanyanya
dengan raut wajah yang sangat serius.
Aku mengangguk perlahan.
“Apa orang yang kau maksud adalah Kazehaya Kiritani?”
“Da… darimana kau tahu?”
“Dia sahabatku, sebelum
aku pindah ke Tokyo dua tahun lalu,” jawab Kenji.
“Dimana dia sekarang?” Aku menggenggan tangannya. Berharap
dia segera memberitahukan keberadaan Kazehaya.
“Kazehaya… dia… dia sudah meninggal!”
Aku tersentak. Seperti ada gemuruh petir yang muncul
tiba-tiba saat ini. Kepalaku mendadak pening, detak jantungku berdetak
berkali-kali lebih cepat dari biasanya. Aliran darahku seperti tak beraturan
lagi. Kenyataan apa ini? Tuhan… apakah ini mimpi?
Kenji menundukkan wajah, ada air mata di pipinya.
“Tiga tahun yang lalu, Kazehaya pulang lebih cepat dari yang
seharusnya ke Yokohama. Dia tidak menghabiskan liburannya di Tokyo karena ibunya
mendadak sakit. Mungkin, itu sebabnya dia tidak sempat berpamitan padamu.”
Kenji menghapus air mata yang sempat menggenang di matanya. ” Saat dia hendak
kembali ke Tokyo lagi, kami bermaksud ke salah satu toko untuk membeli
oleh-oleh buat pamannya. Tapi, tanpa kusadari… ada sebuah truk yang melaju
sangat kencang, dan hampir menabrakku. Kazehaya yang saat itu sudah berada di
sisi jalan, kembali berlari ke arahku dan bermaksud mendorongku. Kecelakaan
memang tetap menimpa kami berdua. Berkat pertolongan Kazehaya, aku cuma
kehilangan penglihatanku, tapi Kazehaya harus kehilangan nyawa karena bermaksud
menyelamatkan nyawaku.”
Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku benar-benar seperti
kehilangan akal sehatku saat ini. Secara mendadak, bayangan Kazehaya dan juga
kenangan bersamanya muncul seperti kilas balik di otakku.
“Orangtua Kazehaya mendonorkan mata Kazehaya untukku. Mereka
ingin, bagian dari Kazehaya tetap hidup dalam diriku. Walaupun, bukan lagi
dalam wujud anak yang mereka sangat sayangi.” Kenji akhirnya mengangkat wajah
dan menatapku. “Yang selama ini kau kagumi dariku memang mata milik Kazehaya.”
Mataku mulai berkaca-kaca. Butiran bening yang sejak tadi
berusaha untuk kutahan agar tetap berada di tempatnya, kini tak terbendung
lagi. Butiran bening itu mengalir dengan deras di pipiku. Air mata yang kini
tumpah ruah belum mampu melukiskan bagaimana perasaanku dengan kenyataan bahwa
orang yang selama ini kunanti kehadirannya telah tiada untuk selamanya.
Tubuhku bergetar hebat karena tangisan. Tangisan pilu… sangat
pilu…
********************
Untuk Kazehaya-kun….
Hari ini… aku, Minami-chan dan Kenji-kun berada di Yokohama. Ternyata, di sini banyak
sekali tempat yang sangat indah. Aku menyesal karena baru sempat kemari,
padahal ada tempat yang seindah ini.
Sebelum
mengunjungi makammu tadi, aku berjanji pada diriku agar tidak menangis. Tetapi,
janji itu kulanggar saat aku melihat fotomu yang sedang tersenyum, terpajang di
makam itu. Mendadak, aku teringat dengan semua kenangan yang kau titipkan lewat
sebulan singkat bersamamu. Sebulan… yang mungkin akan menjadi sebulan paling
istimewa di hidupku.
Kazehaya-kun… jika
kau bisa mendengarku, ada hal yang ingin kukatakan padamu. Ingatlah! Selama
salju masih tetap turun di Tokyo, aku akan selalu mengenangmu. Mengenang
wajahmu, senyuman ramahmu, suaramu, kesungguhanmu, pertemuan denganmu dan
segala kenangan tentang dirimu, akan tersimpan rapi dalam hatiku…
Satu hal yang kini
kuketahui…
“Jika menyadari
bahwa kau mencintai seseorang
Akan selalu ada alasan untuk bertahan atau pun mempertahankan
perasaan
Entah sampai kapan…
Sampai batas waktu yang tidak ditentukan.”
Kazehaya-kun….
Aishiteru….
********************
1.
Selamat siang…Anda Nona Aika
Takahashi, bukan?
2.
Y…ya, benar
3.
Terima kasih banyak
4.
Terima kasih kembali
5.
Sampai bertemu lagi
6.
Maaf